Pemberdayaan SDM AParatur memiliki peran strategis untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang bersih dari perilaku koruptif, serta keberhasilan pembangunan nasional di berbagai bidang. Namun realitanya masih sangat jauh dari tujuan tersebut, dimana Indonesia masih berada di peringkat 7 dalam urutan Indeks Efektifitas Pemerintah Daerah tahun 2015.
Dalam urutan indeks tersebut, rendahnya peringkat Indonesia bahkan jika dibandingkan negara di ASEAN mengindikasikan, bahwa ASN selaku motor penggerak pemerintahan masih belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Melihat kondisi itu, pemerintah telah melakukan transformasi dan reformasi birokrasi terhadap aparatur sipil negara. Salah satu aspek dalam lingkup reformasi birokrasi adalah mereformasi managemen aparatur yang di tuangkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS.
Salah satu yang diatur dalam PP no. 11 Tahun 2017 ialah terkait Jabatan pimpinan tinggi (JPT). Jabatan Pimpinan Tunggi utama, madya maupun pratama merupakan jabatan strategis dalam mendukung pemerintahan yang progresif, responsif, dan partisipatif melalui tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan yang diembannya. Mengingat tugas strategis yang diemban oleh JPT dan akuntabilitas jabatannya, maka pengangkatan dan penempatan seorang JPT patut mendapat perhatian khusus.
Menurut data Kemenpan dan RB, hingga tahun ini jumlah pegawai ASN sebanyak 4,36 juta, dengan sebaran 891.509 orang di pusat dan 3.471.296 orang di daerah. Jumlah tersebut secara tidak langung menjadi tantangan dalam proses pemilihan pimpinan-pimpinan organisasi baik di pusat di daerah. Dimana sebetulnya mekanisme seleksi terbuka merupakan bentuk untuk mengelola tantangan tersebut. Namun nyatanya hingga saat ini masih terjadi begitu banyak permasalahan. Satu puncak gunung es permasalahan korupnya sistem seleksi terbuka adalah dengan diperiksanya Klaten dan 10 kabupaten lain oleh KPK. Menurut perkiraan sementara, di sebagian besar daerah (34 provinsi dan 508 daerah) ada praktek jual beli jabatan, atau 90% dari 443.281 KASN mencatat transaksi jabatan pada tahun 2016 telah mencapai angka yang sangat fantastis. Berikut adalah data estimasi transaksi jabatan.Melihat begitu banyak preseden buruk dari proses seleksi terbuka yang telah terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, menjadi satu pertimbangan bahwa pemerintah harus melakukan intervensi kebijakan. Intervensi ini nantinya akan menjaga idealisme proses seleksi terbuka, sehingga akan terpilih pemimpin-pemimpin yang berintegritas dan berkualitas.
Dalam menerapkan proses seleksi terbuka bagi Jabatan Pejabat Tinggi (JPT), banyak pemerintah daerah belum menerapkan aturan-aturan yang benar . Adapun beberapa evidence based yang ditemukan terkait permasalahan dalam proses seleksi JPT pemerintah daerah yang telah berjalan antara lain:
- Pelantikan jabatan pimpinan tinggi pratama di lingkungan Pemkab Empat Lawang, Sumatera Selatan yang dinilai tidak sepenuhnya mengikuti arahan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang terjadi pada tanggal 22 September 2016. KASN selaku pihak yang berwenang menilai Pemkab sudah melabrak rekomendasi yang diberikan KASN dan dinilai tidak sah secara hukum.
- Kejanggalan lain terjadi dalam proses seleksi jabatan pimpinan tinggi juga terjadi di Pemkot Kotamobagu. Laporan kejanggalan dalam proses seleksi tersebut sudah dilaporkan oleh mantan peserta seleksi kepada KASN sebagai komisi yang berwenang menangani hal tersebut. Dalam laporannya, pelapor mengaku sudah melihat banyak kecurangan mulai dari proses rekruitmen.
- Kemudian juga permasalahan dalam proses seleksi terlihat dari pelaksanaan di seleksi terbukadi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Sebagaimana Peraturan Menpan RB bahwa pengumuman pendaftaran calon Pejabat Pimpinan Tinggi diwajibkan dilakukan minimal 15 hari kerja, sementara Pemprov Kepri hanya melaksanakannya selama 5 hari kerja yang dimulai pada tanggal 30 Desember 2016 sampai 7 Januari 2017. Tentu hal tersebut sudah melanggar proses yang ditetapkan oleh Menpan.
Dari ketiga kasus diatas, terlihat masih terdapat permasalahan yang harus diperbaiki dalam sistem seleksi jabatan pimpinan tinggi di pemerintah daerah. Pemerintah daerah masih kurang memahami dan menafsirkan peraturan dalam proses seleksi JPT pratama di tingkat daerah, sehingga menyebabkan mal administrasi dalam proses seleksi tersebut yang berimplikasi pada oknum pejabat yang belum right man and the right place.
Selama ini pengawasan dalam proses seleksi jabatan pimpinan tinggi di daerah dianggap masih belum maksimal, beberapa permasalahan yang dapat digunakan sebagai indikator bahwa perlu adanya pengawasan intensif oleh KASN antara lain yaitu di antara 73% dari 514 kabupaten/kota yang sudah melaksanakan seleksi pejabat tinggi, banyak ditemukan celah terjadinya perilaku koruptif. Celah-celah tersebut terjadi pada tingkat panitia seleksi (pansel) hingga kepala daerah selaku pengambil keputusan akhir hasil rekrutmen terbuka tersebut. Intervensi itu dilakukan mulai saat pembentukan pansel sampai pengumuman. Bahkan, ada pula bupati/walikota yang sengaja menurunkan kualitas pansel demi memuluskan modus tersebut. Itu semua terjadi karena lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas dalam hal ini adalah KASN.
Dalam implementasi PP no 11 tahun 2017 terkait seleksi terbuka JPT Pratama diperlukan adanya penguatan dan perbaikan di beberapa tahapan proses. Adapun alternatif kebijakan yang dapat diberikan dalam upaya perbaikan dan penguatan proses seleksi terbuka JPT pratama agar tidak sekedar formalitas ialah sebagai berikut:
- Pada tahapan seleksi administrasi harus ada suatu pedoman standarisasi skor kompetensi secara nasional.
- Penentuan metode seleksi dan penyusunan materi seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) huruf d PP No.11 Tahun 2017 dilakukan mengacu kepada standar kompetensi Jabatan. Terkadang proses ini belum dilakukan di daerah yang telah menjalankan proses seleksi terbuka. Metode seleksi ditetapkan tanpa melihat standar kompetensi jabatan. Untuk itu perlu dikeluarkan suatu keharusan melalui peraturan lebih rinci atau intervensi dan verifikasi KASN dalam menentukan metode seleksi yang mengharuskan adanya standar kompetensi jabatan.
- Pada tahapan pembentukan panitia seleksi belum ditetapkan indikator dan kriteria yang dapat diukur dalam menetapkan panitia seleksi. Contoh syarat seperti integritas, kompeten, tidak diskriminatif, netral tidak dapat diukur dengan jelas sehingga penetapan panitia seleksi bersifat subyektif. Oleh karena itu perlu adanya suatu kebijakan/juknis yang mengatur indikator dari masing-masing syarat sehingga penetapan panitia seleksi bersifat objektif
- Pengawasan KASN seharusnya ditekankan tidak hanya pada tahapan perencanaan akan tetapi disetiap tahapan guna menjaga objektivitas dalam proses seleksi khususnya pada tahapan penetapan panitia seleksi yang benar memiliki integritas kaitannya dengan alternatif 1. Sehingga alternative nya ialah memperkuat kelembagaan KASN dengan meningkatkan kapasitas aparatur KASN khususnya dalam cakupan pengawasan.
- Perlunya pengembangan model kerjasama KASN dengan pihak independent di daerah.
Perubahan tata cara pengisian JPT Pratama pada dasarnya sudah mengalami peningkatan dibandingkan sistem sebelumnya karena saat ini telah dilakukan pengangkatan JPT pratama sangat mempertimbangkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja secara adil. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemukannya proses seleksi yang tidak sesuai. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis didapatkan dua rekomendasi untuk memperkuat implementasi seleksi JPT Pratama tersebut. Dari dua rekomendasi kebijakan yang ditawarkan tentunya memiliki dampak yang berbeda. Pilihan alternatif pertama lebih menekankan kepada perbaikan mekanisme proses seleksi sehingga terhindar dari praktek namun dampak yang harus diantisipasi adalah perbedaan kondisi social budaya. Sedangkan pada pilihan alternatif kedua yaitu peningkatan pengawasan dalam setiap tahap oleh KASN.
Attachment | Size |
---|---|
MANAJEMEN ASN.pdf | 1.01 MB |
- 421 reads